Langsung ke konten utama

" Be Grateful "


 Ada yang saya ingin sampaikan dalam cerita ini. sebagai manusia, kita tidak bisa memungkiri bahwa keinginan adalah hal yang tak bisa untuk dihindari. Tidak ada batasnya. saya mengalami hal itu, yang dimana semua logika terkomabinasi oleh rasa ingin memiliki dan juga timbul rasa iri.

  Dulu, saat dimana saya merasakan rumah adalah surga bagi saya. Dimana semua orangtua kumpul tanpa adanya pemikiran yang harus dikhawatirkan.  Sebelum akhirnya kami mengalami kebangkrutan dan semuanya habis tak ada yang tersisa. Mulai dari motor, rumah, tanah dan juga laptop saya yang ikut serta dalam penjualan untuk memenuhi kebutuhan kami. Saya amat terpuruk kala itu, begitu juga dengan psikologis orangtua saya yang tak percaya. Kami adalah orang-orang yang menganggap remeh tentang uang, dan tidak merasa cukup atas apa yang kami miliki. Bahkan keirian untuk menjadi orang lain sempat terpikir dalam diri saya. Saya selalu mengeluh tentang kondisi ekonomi saya saat itu pada orangtua. Saya merasa muak dengan keadaan, bahkan saya sempat berpikir bahwa Tuhan tak lagi menyayangi saya. 

 Banyak keinginan yang ingin saya miliki sebagai anak muda, seperti ingin shopping, hangout, dan kumpul bareng teman-teman. Saya bosan dirumah, mendegarkan pertengkaran-pertengkaran yang dilakukan oleh orang tua saya tentang kesulitan ekonomi yang kami hadapi.
 saya hanya bisa mengeluh tanpa berpikir cerdas tentang apa yang harus saya lakukan nanti untuk membantu kesulitan yang dialami orang tua saya. saya hanya bisa meminta, dan merengek untuk menginginkan sesuatu. Hanya itu. Terkadang, saya sering iri dengan orangtua teman saya yang begitu perhatian pada anaknya. Sampai saya menganggap bahwa saya hidup dengan ketidak bahagiaan.

 Dan pada suatu hari, saya sempat bertengkar dengan orang tua saya. lalu saya pergi untuk menenangkan diri di suatu tempat. Sepi. Kelam. Dan tak ada seorangpun yang mendengar tangisan saya. Saya merasa dunia kini tengah mempermainkan saya, saya merasa di pecundangi. Itu yang saya rasakan.
  Saya berjalan disekitaran trotoar saat matahari mulai terbenam. Dan malam pun tiba, saya yakin sekali orang tua saya tak mungkin mencari saya, saya benar-benar sendirian kala itu. Sampai saat dimana seorang bocah kecil dan adiknya mengemis di hadapan saya, saya tak punya uang kala itu. Dan sampai akhirnya saya membiarkan mereka pergi. Dan bocah itu berlari menuju seorang ibu yang mungkin itu adalah ibunya. Saya terus melihatnya, sampai saya tak habis pikir bahwa ibunya adalah dalang dibalik bocah itu untuk mengemis. Ini adalah pelajaran pertama saya, saya seharusnya bersyukur mempunyai ibu dan ayah yang sangat menyayangi walaupun dengan cara yang berbeda. Setidaknya, orang tua saya tidak menyuruh saya untuk melakukan hal seperti itu. Iba rasanya, seharusnya bocah seusia itu dibiarkan untuk sekolah, bukan untuk mengemis. saya berpikir kembali, orang tua saya memang bukan seperti orang tua lainnya, yang menyuguhkan segala keinginan anaknya agar ia bahagia. Justru, orang tua saya mendidik saya berbeda dengan orang lain agar saya bisa hidup mandiri dan tidak ketergantungan. Dan saya mengambil pelajaran berharga dari orang tua tadi yang menyuruh anaknya untuk mengemis. Saya bersyukur, bahwa orang tua saya tidak seperti itu.

" Ya, Allah.. saya sangat berdosa kali ini. Membiarkan rasa kecewa saya tumbuh terhadap orang tua saya " ucap saya.

 Hingar bingar suasana di malam hari membuat semua orang keluar untuk berpergian dan makan malam di sebuah restaurant atau mall yang tersedia saat ini. Itu juga yang saya lakukan dulu. Namun kini, saya hanya berjalan sendirian tanpa sepeser uang ataupun belanjaan yang menghiasi lengan saya. Mata saya menatap disekitaran ruko yang sudah tertutup yang kini ditapaki oleh para pemulung dan juga keluarganya kecilnya. Mereka sangat antusias melahap sebungkus nasi yang mereka dapatkan dari tumpukan sampah. tapi apa yang saya lihat? Mereka tetap tersenyum. Mereka tetap memakan itu semua. Sampai habis. Coba bayangkan, jika saya ada di posisi mereka? Apa saya akan melahap sebungkus nasi itu? Pilihannya hanya ada dua. jika saya tidak makan, maka saya akan lapar. Dan jika saya makan, maka saya akan bertahan hidup walaupun dengan banyak bakteri. Tapi mereka tidak memikirkan itu semua, mereka hanya tahu, bahwa mereka harus bertahan hidup. 
  Untuk kedua kalinya saya mengambil pelajaran dari pemulung dan keluarga kecilnya itu. Saya adalah tipe orang yang sering berpilih-pilih makanan, dan tak jarang makanan yang saya tidak suka, tidak saya makan. Meskipun perut saya terkena dampaknya. Hati saya tersentuh kembali, saya begitu sangat bersyukur bahwa Tuhan selalu memberi orang tua saya rejeki dengan memberi saya makan dengan makanan yang halal dan bersih.

 Lalu saya berjalan lagi, melewati rel kereta api yang disana terdapat orang-orang yang mempunyai kekurangan fisik. Bahkan, walaupun ia tak punya kaki ia masih sanggup untuk menarik papan perlintasan kereta api jika kereta api akan lewat. Saya melihat itu semua begitu susah, namun beliau bisa melakukannya. Pelajaran ketiga yang saya ambil kembali dari malam itu. Saya yang mempunyai fisik sempurna, sering sekali mengeluh tentang diri saya yang begitu banyak kekurangan. Yang kerjanya hanya bisa membebani orang tua, saya merasa malu. Saya merasa hina dihadapan mereka-mereka yang mempunyai kekurangan fisik namun bisa bekerja dengan semampunya. Bahkan untuk mengukir prestasi sekalipun.

" Saya benar-benar orang yang tak bersyukur! Ampuni aku ya rabb " 

  Saya memutuskan untuk kembali ke rumah, meminta maaf atas segala hal yang saya perbuat sebagai anak. Saya menyadari bahwa saya terlalu sibuk melihat apa yang Tuhan kasih untuk orang lain, sehingga saya lupa akan apa yang Tuhan telah berikan untuk saya. Saya membuka pintu, dan mendapati ibu tengah menangis karena mencari saya. Saya benar-benar sangat berdosa dengan kehadiran air mata yang membuat ibu saya cukup terbebani. 

Maafkan saya bu.. maafkan...

 Akhirnya, saya meninggalkan sifat buruk saya tentang ketamakan, keborosan dan sering tidak menghargai apa yang dimiliki. Saya buang jauh-jauh sifat itu. Saya ingin menata kembali sebagai manusia yang bermanfaat bagi orang lain, saya ingin jadi manusia yang selalu bersyukur dengan apa yang saya miliki saat ini. Karena mengeluh bukan satu-satunya cara untuk keluar dari suatu penderitaan. 

 Kala itu, ibu saya bercerita tentang teman anaknya yang tengah mengandung disaat ia masih menduduki bangku SMA. Anak beliau terjebak pergaulan bebas yang melatar belakangi cinta satu sama lain. Namun, pacarnya tak mau bertanggung jawab atas apa yang mereka perbuat. Alasannya sangat konyol, bahwa status sosial mereka berbeda.dan orang tua pacarnya akan memberikan uang berapapun agar kandungan itu segera digugurkan. Ini sungguh banyak terjadi dialami oleh teman sebaya saya. Cukup ironi. dan saya sangat bersyukur sekali bahwa saya sampai saat ini di lindungi Allah yang selalu menjaga saya. saya hanya dapat menyimpulkan dari cerita ibu saya tentang teman anaknya, bahwa saya harus berhati-hati memilih pasangan untuk hidup saya nanti dan juga pergaulan saua sebagai anak muda.
  Dan lama kemudian, kami bisa hidup sebagai keluarga yang Qanaah dan juga tawakal dalam menjalani kehidupan ini. Saya pun semakin ingin mendekatkan diri kepada Tuhan, dan selalu tetap menjadi orang yang bahagia atas apa yang saya miliki saat ini. Dan Allahpun, tengah memberi apa yang telah hilang dari kami dikit demi sedikit, itupun berkat usaha dan doa kami. Walaupun, saya belum mendapatkan laptop kembali. Namun, saya tetap bersyukur bahwa ada alternatif lain yang bersedia menampung aspirasi saya dalam menulis. 

 Dulu, saya menganggap bahwa saya diciptakan untuk hidup sendiri. Namun perkiraan saya salah. Saya dinaungi oleh banyak teman yang selalu membuat saya bahagia. Saya tidak merasa kesepian meskipun tidak mempunyai kekasih, saya bersyukur karena banyak orang yang mencintai saya walaupun tak sedikit juga yang membenci saya. Entahlah, ini dunia. Bukan semacam negeri dongeng. Ada pecinta dan ada juga pembenci. saya terima itu semua. Karena kita hanyalah seorang manusia, yang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Tuhan. dan saya selalu berterima kasih pada -Nya yang selalu mengirimkan teman-teman yang begitu sangat mensupport saya. Sampai saya bisa menjadi diri sendiri.
    Saya juga tak kalah bersyukurnya karena di temani oleh kedua orang tua saya yang mencintai saya walaupun dengan cara yang berbeda. Mereka adalah malaikat tanpa sayap yang siap sedia memeluk saya ketika saya jatuh. Dan siap menahan saya ketika saya sudah sampai diatas. karena saya sadar, bahwa hidup bukan untuk dijalani untuk mengeluh dan tak bersyukur, maka kebahagiaanpun enggan menghampiri diri kita jika kita tak membinasakan dua kata tersebut. Karena pada hakikatnya, kita akan kembali kepada masa yang dimana Tuhan telah menciptakan kita. Dan sekali lagi, kita mungkin sering meminta pada Tuhan untuk apa yang kita inginkan, tapi tak kunjung di kabulkan. Bukan karena Tuhan tidak menyayangi, namun Tuhan tengah melihat usaha kita. Ataupun belum waktunya. Karena, Tuhan selalu memberi apa yang umatnya butuhkan, bukan apa yang umatnya inginkan.

"Hargai apa yang kamu miliki saat ini.
Ingat, kebahagiaan tak akan pernah datang kepada mereka yang tidak menghargai apa yang telah dimiliki. "
- Adella.F -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Broken Home (Curahan hati Anakmu)

Entah sampai kapan,aku akan bergelayut dalam cerita yang menyedihkan. Sebagai anak, aku hanya bisa mengabdi dan berbakti pada kedua orang tuaku. Aku menyayanginya lebih dari apapun. aku mencintai mereka lebih dari yang mereka tahu! Dan tentunya, aku tak ingin kehilangan mereka.   Aku kehikangan kasih sayang, kehilangan perhatian dan tentunya kehilangan sosok figur ayah yang dari sejak dini beliau meninggalkanku. "PERCERAIAN' satu kata yang enggan sekali untuk aku ceritakan. aku benci dengan kata itu! Kata yang membuatku merasa menderita sebagai anak. Yaa, aku sebagai anak hanya menjadi korban dari pelampiasan pertengkaran hebat yang selalu mereka pertontonkan di depan anak-anaknya. Sebagai anak, aku bisa apa? Melerai? Tapi di ceramahi. Pergi? Tapi tak bisa. Lapor satpol pp?kan gak mungkin.   Hanya pertengkaran demi pertengkaran yang mereka lakukan. Hanya karena hal sepele dan ego yang tinggi untuk saling berargumen membuat pertengkaran itu semakin mengerikan. Aku hanya bi

Pantaskah Kau Kupanggil Ayah?

      Mempunyai keluarga yang lengkap itu sungguh sangat beruntung. Tapi,tak setiap orang bisa memiliki keberuntungan itu. Seperti aku, hanya bisa meratapi apa arti sebuah keluarga, apa makna dari sebuah kasih sayang dan bagaimana semuanya itu disatukan dengan kebersamaan.   Tepat pada usiaku 4 tahun, keceriaan dan kebahagiaan mulai memudar dan bahkan hilang. Karena kebiasaan buruk Ayahku yang sering berjudi dan meminum-minuman barang haram seperti alkohol, membuat keputusan Ibu semakin bulat untuk "bercerai" dengan Ayah. Kala itu , aku tidak tahu apa-apa tentang semuanya, tentang bagaimana kami harus tinggal beda atap dan tidak bersama lagi. Bahkan sampai bertahun-tahun kami tidak pernah bertemu. Dan sampai akhirnya, Ibu kembali menikah dengan laki-laki lain yang berbeda keyakinan dengan kami. Semula perkawinan ini baik-baik saja, bahkan Ayah tiriku ini sangat memperlakukan ku dengan baik seperti anaknya sendiri. Tapi aku belum bisa memanggilnya "Ayah". Entahlah

" Hujan diatas Rindu "

Kepada setiap Hujan yang menjelma sebagai kenangan. Kepada setiap Angin yang menyeruak bagaikan Ingatan. Kepada Tetesan Air yang menguap mengukir nama kita. Dan kepada setiap Nafas yang mengalir menyebut nama dalam Doa.  Untuk kesekian kalinya, aku mengulang kembali tulisan ini yang sempat hilang dalam folder dokumenku. Bahkan ide-ide ku yang lama sempat terhapus dalam imajinasi liar yang mungkin terhempas angin. Dan dengan kesungguhan hati, Tuhan masih mau memberikan Anugerah padaku untuk menulis ulang kembali cerita dan kalimat-kalimat absurd ini. Dengan rasa Rindu, Hati yang gemetar, dan jantung yang berdegup kencang, aku menulis Sajak ini dibawah Hujan dalam rasa kerinduan. Dan ku persembahkan Tulisan ini, kepada kalian yang sedang merindu akan sosoknya yang entah kemana. Meskipun jiwa kalian tetap berada, namun kesunyian masih saja menghantui di setiap harapan dalam senyum saat berpapasan. Sajak pertama, aku tulis saat Langit sudah tak sebiru kemarin, saat Angin ta