Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2015

Broken Home (Curahan hati Anakmu)

Entah sampai kapan,aku akan bergelayut dalam cerita yang menyedihkan. Sebagai anak, aku hanya bisa mengabdi dan berbakti pada kedua orang tuaku. Aku menyayanginya lebih dari apapun. aku mencintai mereka lebih dari yang mereka tahu! Dan tentunya, aku tak ingin kehilangan mereka.   Aku kehikangan kasih sayang, kehilangan perhatian dan tentunya kehilangan sosok figur ayah yang dari sejak dini beliau meninggalkanku. "PERCERAIAN' satu kata yang enggan sekali untuk aku ceritakan. aku benci dengan kata itu! Kata yang membuatku merasa menderita sebagai anak. Yaa, aku sebagai anak hanya menjadi korban dari pelampiasan pertengkaran hebat yang selalu mereka pertontonkan di depan anak-anaknya. Sebagai anak, aku bisa apa? Melerai? Tapi di ceramahi. Pergi? Tapi tak bisa. Lapor satpol pp?kan gak mungkin.   Hanya pertengkaran demi pertengkaran yang mereka lakukan. Hanya karena hal sepele dan ego yang tinggi untuk saling berargumen membuat pertengkaran itu semakin mengerikan. Aku hanya bi

ini tentang: AKU, KAMU , DAN PACARMU Chapter 5 (END)

3 bulan terlewati, tapi aku belum bisa melupakanmu seperti apa yang aku harapkan jika kau tak lagi bersamaku. Kini kesehatanmu pun sudah pulih, dan sebentar lagi acara pertunanganmu akan siap di gelar. Dan masa-masa Putih abu-abuku akan sudah berakhir. "Sebentar lagi kelulusan, gue pengen ngutarain perasaan gue selama ini ke Yudha. Gue pengen dia tahu semuanyaaa"gumam Wenda, teman sekelasku yang begitu mencintai kapten Basket di sekolah kami. " kamu yakin Wen?kamu itu perempuan. Masa kamu nembak laki-laki?"jawabku di sela percakapan uneg-uneg jelang kelulusan kami. "Yang penting itu kejujuran! Nggak kaya lo nge-embat punya orang! Lagian Yudha kan single dan gue juga. Jadi apa salahnya? Gue gak mau mengutarakan cinta dengan kebohongan! Menunggu itu Sakit!" Ujarnya yang begitu menyudutkanku. Kejujuran! Aku sudah melewati kata itu. Kisah cintaku memang penuh dengan kebohongan. "Hati-hati dengan ucapanmu, sob!"tiba-tiba Fajar datang dan menepuk

ini tentang: AKU, KAMU, DAN PACARMU Chapter 4

 AKU AKAN MEMBAHAGIAKANMU, WALAU KAMU BUKAN MILIKKU"   Aku masih ingat dengan ucapanku beberapa bulan lalu. Saat kita masih merasakan kebahagiaan dengan Cinta. Namun kini, semuanya terasa berbeda. Tingkahmu yang terlihat seperti menjauhiku dan sahabatku, Melly memilih diam dan tidak akan lagi memberi nasehat untukku lagi. AKU EGOIS! AKU BEGITU JAHAT! DAN MERUSAK SEMUANYA.   jika kamu pergi meninggalkanku dengan tidak pantasnya, wajar aku sakit hati. Aku harus siap menerima resiko untuk itu, aku harus siap di tinggal pergi olehmu. Tapi aku belum siap kehilangan kamu. Begitu banyak kenangan yang kita ukir selama ini. Saat bibirmu menyentuh bibirku dan saat kamu mengucapkan kata-kata yang mampu membuatku melayang. Tapi percuma, aku hanya wanita yang jadi nomor kesekian dari hidupmu, kamu mempunyai kekasih yang 'sah' bila di bilang. Sedangkan aku? Hanya selir hatimu yang siap untuk pergi jika tak dicintai lagi. MIRIS. " bagaimana dengan kak Sarah?' Tanyaku di sela-

ini tentang: Aku, Kamu dan Pacarmu Chapter 3

  Itukah yang kau katakan? Saat senja menerawang dalam diri kita. Saat kamu menyatakan pernyataan yang mengejutkan Sekaligus membuatku merasa shock kala itu. " aku mencintaimu" kau bilang. Apa yang sebenernya kau pikirkan dan kau rasakan? Kau membuat gejolak cinta menjadi abu. Padahal, aku juga mencintaimu. Namun, aku hanya terdiam kala itu. Aku tidak tahu apa yang akan aku katakan saat kau mengatakan cinta yang tak seharusnya untuk kau katakan.   Di sepanjang perjalanan, seusai bermain di pantai. Kita memutuskan untuk pulang,karena senja akan terbenam beberapa menit lagi. Aku hanya terdiam dan memikirkan kata-katamu tadi. Pacarmu terus menggandeng tanganmu dengan erat dan seakan tak mau kehilangan. Seharusnya, aku marah padamu! Mengapa cinta datang kepada orang yang tak sepatutnya dicintai.    Di dalam mobil terasa hening. Tak ada satu katapun yang terucap,yang ada hanya suara mesin mobil yang mengiringi kita untuk pulang. Aku terus berpikir keras tentang moment senja dan