Langsung ke konten utama

Pantaskah Kau Kupanggil Ayah?

      Mempunyai keluarga yang lengkap itu sungguh sangat beruntung. Tapi,tak setiap orang bisa memiliki keberuntungan itu. Seperti aku, hanya bisa meratapi apa arti sebuah keluarga, apa makna dari sebuah kasih sayang dan bagaimana semuanya itu disatukan dengan kebersamaan.
  Tepat pada usiaku 4 tahun, keceriaan dan kebahagiaan mulai memudar dan bahkan hilang. Karena kebiasaan buruk Ayahku yang sering berjudi dan meminum-minuman barang haram seperti alkohol, membuat keputusan Ibu semakin bulat untuk "bercerai" dengan Ayah. Kala itu , aku tidak tahu apa-apa tentang semuanya, tentang bagaimana kami harus tinggal beda atap dan tidak bersama lagi. Bahkan sampai bertahun-tahun kami tidak pernah bertemu. Dan sampai akhirnya, Ibu kembali menikah dengan laki-laki lain yang berbeda keyakinan dengan kami. Semula perkawinan ini baik-baik saja, bahkan Ayah tiriku ini sangat memperlakukan ku dengan baik seperti anaknya sendiri. Tapi aku belum bisa memanggilnya "Ayah". Entahlah aku tetap saja merindukan Ayah yang entah dimana dan bagaimana keadaannya. Setiap kali ku bertanya pada ibu, pasti ibu mengalihkan pembicaraanku dan bahkan ibu sering berkata "Ayah mu sudah mati !! Sudahlah,jangan pernah tanyakan dia lagi" apa maksud dengan perkataan Ibu? Sebegitu benci nya kah Ibu pada Ayah?
  Setelah aku beranjak dewasa, dan mempunyai adik baru dari hasil perkawinan ibuku dan Ayah tiriku. Aku jadi merasa sangat beda, kasih sayang Ayah tiriku ini tak seperti dulu lagi. bahkan dia sering marah-marah tak jelas dan sering bertengkar dengan ibuku. padahal aku baru saja menerimanya sebagai "Ayah" baruku. Tapi , akhir-akhir ini, semenjak beliau  terkena PHK, keluarga kami menjadi berantakan! Kesulitan ekonomi , utang dimana-mana dan masalah terus saja membelit kami. Ibu dan Ayah tiriku hampir setiap hari mereka bertengkar, bahkan tak jarang Ayah tiriku melayangkan tangan kerasnya pada ibuku. Sungguh,ini pemandangan yang tak layak aku lihat dan adikku. Mendengar jeritan, tangisan bahkan itu semua terkadang mengundang banyak orang untuk melihat keadaan rumah kami. Kini, suasana yang dulu bahagia kembali menyeramkan. Sedikit kesalahan pun tangan Ayah tiriku itu sekejap melayang di pipiku. Aku tak habis pikir, kemana kasih sayang Ayah-Ayah ku? Kemana rasa kepedulian mereka? Aku ini hanya gadis remaja yang mungkin kata orang 'pamali' untuk dipukuli. Tapi aku rela di pukuli Ayah tiriku berkali-kali asal jangan Ibu yang ia pukuli dan ia aniaya.
  Berbulan-bulan aku menjalani hidupku dengan keputus-asaan, dengan ketidakpastian. Permasalahan keluarga semakin mencekam dan membuat aku merasa berat untuk tinggal dirumah. Dan tiba-tiba saja Ibu memberiku sebuah brosur yang berisi Program Tenaga Kerja Luar negeri.
"Untuk apa ini bu?"tanyaku heran.
 "Keputusan Ibu sudah bulat. Ibu akan menceraikan Ayah dan pergi bekerja di Arab Saudi" jawab ibu dengan lemas.
"Ibu ngga harus lakukan itu, ibu baru saja membangun rumah tangga selama 4 tahun! Apa ibu tega,melihat adikku yang masih kecil belum tahu apa-apa tentang arti perpisahan orangtuanya? Jangan mengulangi hal yang sama sepertiku dulu,bu. Aku sudah cukup kehilangan Ayah, aku sudah cukup menahan rasa rinduku pada dia (Ayahku). Aku tak ingin apa yang aku rasakan dulu,terulang pada adikku bu" seketika airmata ini menetes, aku tak bisa membendungnya lagi . Ibupun menangis dihadapanku dan meminta maaf berkali-kali padaku. Seperti ada rasa bersalah yang sangat besar,tapi aku tak tahu kesalahan macam apa yang membuat ibu menangis dan meminta maaf padaku seperti ini. Tangisan yang tak biasa.
  Awalnya aku melarang keras untuk mengizinkan Ibu pergi. Tapi apa daya?kesulitan yang membawa Ibu beranikan diri untuk menjadi TKW di negeri orang. Aku mengizinkan Ibu pergi tapi dengan satu syarat, Ibu tak harus menceraikan Ayah tiriku! dan Ibu menerima syarat itu. Dan akhirnya Ibu pergi dengan senyum dan airmata dan meminta restu dan doa pada nenek-kakek dan aku. Awalnya aku tak mau keluar kamar untuk melihat perpisahanku dengan Ibu yang mungkin akan cukup lama dia meninggalkanku. "Semoga Allah bersamamu bu" ucapku memeluknya dengan erat. Akhirnya,Ibu berangkat dan Ibu menitipkanku pada Nenek dan Kakek. Sedangkan adikku,dia bersama Ayah tiriku tinggal di kontrakan kecil tempat selama ini kami tinggal. Selama seminggu aku meminta pada Nenek untuk sementara mencoba tinggal bersama Ayah tiriku. Disana, aku selalu mendengar tangisan di belakang halaman kontrakan tempat kami tinggal. Aku mendekati suara tangisan itu .. lebih dekat dan sangat dekat. Ternyata itu suara Ayah tiriku yang menangis sambil memegang foto Ibu.
  Tidak ku sangka, Ayah tiriku begitu mencintai Ibu, walaupun sikapnya yang keras dan tempramental  ternyata Ayah tiriku itu masih mempunyai sikap melankolisnya.
  Suatu hari, aku melihat cincin batu akik yang sangat cantik di lemari Ayah tiriku. Batu itu sangat berkilau dan indah sekali. Saat aku ingin bertanya pada nya kakiku menghantam batu kali yang lumayan besar, dan akhirnya cincin batu akik itu terlempar jauh ke tepian sungai. Ayah melihatnya, dan habis-habisan memarahiku dan berkata "Dasar bodoh! Batu akikku jadi hilang dan terbawa arus! Bocah sialan!! Anak haram!!!" Ucapannya itu sangat menyakiti hatiku sekali,dia hampir menamparku tapi beruntungnya Kakek segera datang dan melihat semua kejadian itu. Kakek menyuruhku berkemas dan tinggal bersamanya. Ayah tiriku dan Kakek berdebat dingin membicarakan sesuatu. Entah ia memarahi Ayah atau hanya  menasehatinya. Yang jelas aku tidak tahu! yang aku tahu, mengapa Ayah tiriku sampai tega mengucapakan "Anak Haram"  kepadaku? Aku berpikir keras mengingat ucapannya dan berusaha menanyakan pada nenek dan kekek tentang perkataan Ayah tiriku itu. Tapi mereka hanya diam dan seringkali berkata "Ayah tirimu itu sedang tidak waras,jadi jangan dengarkan ucapannya" kata mereka.
  Dan entah rasa keinginan dari mana yang membuatku ingin bertemu dengan Ayah. Aku meminta pada Kakek untuk mempertemukanku pada Ayah dan akhirnya  kakek mengabulkan keinginanku. Kami berangkat menuju tempat Ayah tinggal, di Desa terpencil bahkan desa ini seperti belum mengenal keramaian. Semua rumahnya rata-rata hanya memakai dinding jerami yang terlihat kumuh. Dan penghuninya pun sebagian hanya memiliki lampu dan selebihnya tidak. Ironi sekali.
  Akhirnya kami tiba didepan rumah yang sederhana dengan lantai yang masih dilapisi tanah dengan penutup tikar sederhana. Kakek berdiri dihadapan pintu dan mengetuknya. Sedangkan aku hanya diam dan melihat keadaan suasana rumah yang cukup membuatku merasa iba.
  Seseorang yang tak lagi muda membuka pintu dan menyambut kakek dengan hangat. Mereka berbincang cukup lama, dan kakek menyuruhku masuk ke rumah itu.
"Cucuku sudah besar?Subhanallah cantik sekali. Sekarang kau sudah besar, maafkan Ema yang tidak pernah meihat keadaanmu. Ema sudah tua, tak bisa kemana-mana untuk berpergian jauh"Ucap orang tua itu yang ternyata dia adalah Ema (panggian untuk nenek dalam bahasa Sunda) nenekku. Pantas saja wajahnya tak asing lagi bagiku. Aku memeluknya dan mencium tangannya, sesekali aku melihat keadaan rumah yang menurutku tak layak huni untuk ditinggal. Fotoku?foto masa kecil ku bersama Ayah masih terpajang di ruang rumah ini? Aku melihatnya dengan sungguh, aku rindu pada Ayah. Tapi dimana Ayah sekarang?
"Ayahmu sedang tidak ada disini. Semenjak dia menikah lagi,dia memutuskan tinggal di Lampung bersama istrinya. Maaf,jika Ema tidak memberitahu kalian. Ayahmu yang menyuruh kami untuk merahasiakan ini agar kau tidak tahu" jelasnya.
"Mengapa?aku kan Anaknya. Aku berhak tahu! Kenapa Ayah selalu merahasiakan semuanya, bahkan dia juga tak pernah menemuiku atau berusaha menghubungiku?"
"Kalau soal itu, Ema tidak tahu cucuku" jawaban yang belum bisa aku terima. Bagaimana mungkin seorang Ayah lupa dengan anaknya? Ayah menikah tak memberitahuku? Ayah tinggal dimana?tak memberi kabar untukku. Apa mungkin kesulitan ekonomi yang membuat Ayah enggan menemuiku? Alasan yang konyol. Padahal aku tak perduli mau Ayah semiskin apapun, asal dia mau membagi kasih sayangnya untukku!
  Aku pamit untuk pulang dengan rasa penuh kecewa. Meninggalkan rumah sederhana yang tadinya bisa mempertemukanku dengan Ayah. Di sepanjang jalan, aku memikirkan tentang bagaimana Ayah menikah lagi dengan perempuan yang bahkan belum aku lihat bagaimana wajahnya.
   Keesokan harinya , Ibu pergi menuju airport  untuk berangkat menjadi TKW di Arab Saudi. Menangis?jelas! Berpisah bersama Ibu yang mungkin akan bertahun-tahun meninggalkan ku. Bagaimana bisa aku bertahan hidup dengan oran-orang yang sangat aku cintai dengan jarak yang tak mungkin bisa ku tuju? Aku hampir kehilangan sayapku ketika Ayah pergi entah kemana, dan Ibu?dia pergi meninggalkanku juga. Aku belum siap kehilangan kedua sayapku.

1 Tahun Kemudian ..
  Aku menjalani hari-hariku dengan senyuman walau sedikit hampa, aku bagai manusia tanpa kedua lengan untuk hidup semenjak Ayah dan Ibu pergi . Setelah aku Lulus ujian SMA , aku bersyukur dan memberi kabar pada ibu bahwa aku dapat Beasiswa kuliah di Universitas di Jakarta. Ini mimpiku, untuk menjadi seorang yang sukses dan membahagiakan orang tuaku! Dimanapun mereka berada, aku tetap menyayangi mereka lebih dari apapun.
  Tiba-tiba pengantar POS datang mengirim surat dari Arab Saudi. Yaa, itu surat dari Ibu. Bahagia sekali. Aku langsung membukanya tanpa harus bilang pada Nenek. Awalnya, aku membaca nya dengan penuh rasa bahagia dan semangat. Tiba-tiba setelah membaca surat bagian akhir, airmataku menetes dan menangis membasahi kertas itu. Oh,Tuhan cobaan apalagi yang kau berikan padaku? Kenyataan ini sungguh sangat menyakitkan untukku. Kenyataan yang telah ibu rahasiakan bertahun-tahun dariku dan juga keluarga.
Ternyata ...
Aku bukanlah anak dari Ayah yang selama ini aku kenal.
Aku bukanlah keturunan dari Ayah yang aku anggap selama ini.
Karena aku?
Hanyalah sebuah benih yang hina tanpa ikatan perkawinan.
Aku lahir dari sperma yang tak pernah aku kenal.
Aku bukanlah anak dari seorang pria yang kupanggil Ayah selama ini.
Karena aku?
Hanyalah sebuah anak yang dilarikan tanpa pertanggung jawaban dari pria yang menghamili.
Siapa Ayahku? Siapa dia? Dia yang disebutkan namanya  dalam surat rahasia itu.
  Rasa kecewaku memuncak setelah membaca semua kenyataan pahit dari identitas diriku yang sebenarnya. Ayah yang selama ini ku tahu, yang namanya terpampang jelas di dalam Akta Kelahiranku bukanlah Ayah kandungku. Ternyata, Ayah kandungku adalah pria yang tidak sama sekali bertanggung jawab atas perbuatannya. Aku langsung membungkus surat itu kembali  untuk ku berikan pada nenek! Tapi tidak dengan surat ini, aku tidak ingin beliau tahu semuanya. Cukup aku saja yang merasakan kegetiran hidup yang tak sesuai dengan harapan.
  Hampir setiap hari aku melamunkan Rahasia itu. Aku memikirkan bagaimana wajah Ayahku yang sesungguhnya yang tega meninggalkan Ibuku dalam keadaan Hamil muda. Apakah ia rupawan? Atau justru ia seorang yang brengsek yang memodalkan dusta kepada semua wanita dan lalu ia tinggalkan? Mengerikan.
Semenjak aku tahu semuanya, aku tahu bagaimana seorang makhluk yang bernama laki-laki tega menyakiti seorang perempuan tanpa harus punya rasa kasihan. Aku semakin benci dengan laki-laki, bahkan pada Ayah-Ayahku sekalipun. Aku enggan untuk  mendekati pria di dalam hidupku. Semacam tak punya selera lagi untuk mencintai siapa-siapa.
  Setiap melihat keluarga yang sedang berkumpul dengan utuh dan melihat kasih sayang seorang Ayah terhadapnya begitu besar. Membuatku semakin memberanikan diri untuk bertemu Ayah kandungku. Dimanapun dia akan ku cari.
2 tahun terlewati, hari ini saatnya Ibu kembali ke Indonesia untuk menemui kami. Setelah ibu datang kami merasakan kebahagiaan lagi, Ayah tiriku kembali bekerja di sebuah Perusahaan kecil produksi tekstil. Dan keluarga kami kembali bahagia seperti sediakala tanpa ada KDRT lagi. Tapi aku? Aku belum merasa bahagia, aku ingin bertanya pada Ibu tentang siapa Ayahku. Kebetulan aku dan ibu sedang berdua saja dirumah berbagi cerita tentang kehidupan Ibu di negeri orang. Tentang bagaimana suka dan dukanya menjadi TKW.
"Bu, ada yang ingin aku tanyakan" tanyaku
"Apa?"
"Ibu ingat surat ini?" Ucapku sambil memberikan surat usang mengerikan itu. Lalu ibu membacanya dengan wajah ketakutan.
"Kau membacanya?"
"Iya bu, aku sudah tahu semuanya. Aku sudah menerima takdir Tuhan yang mungkin sedikit menyakitkan untukku"
"Bagaimana kau bisa membacanya?bukankan..."
"Aku yang menerima surat itu dari POS bu, bahkan nenek-kakek pun tak tahu. Aku hanya ingin tanyakan pada Ibu. Tolong beri aku kesempatan untuk menemui Ayah kandungku" jelasku. Ibu seperti tidak ingin memberikan penjelasan lagi. Kami berdua hanya bisa menangis dan memeluk sama lain.
Andai kami bisa menjadi keluarga utuh seperti yang lain. Andai Ayah memelukku seperti Ibu memelukku saat ini.

  Akhirnya ibu memberitahu semuanya, dan juga tentang Ayah kandungku. Aku memutuskan pergi untuk mencarinya ke tempat alamat yang Ibu berikan padaku.
"Kamu mau kemana?" Ujar suara itu. Aku menengok kebelakang. Ya Tuhan, dia lagi dia lagi. Dia adalah pria yang satu kampus denganku. Semenjak aku kerja dan bisa membiayai kuliah sendiri. Akhirnya aku masuk ke perguruan tinggi walaupun hanya swasta. Dan aku bertemu dengannya. Pria berkumis tipis dengan rambut yang sedikit gondrong itu selalu saja ada disetiap langkahku. Dia menjengkelkan dan selalu ingin tahu urusanku. Tapi dia juga pria yang selalu membantuku saat aku hampir di Drop Out  karena tidak bisa melunasi semester 2.
"Bukan urusanmu" tukasku. Aku pergi, tapi tangannya mencegahku untuk pergi.
"Kamu mau apa?"lanjutku.
"Aku akan pergi kemanapun kau pergi"
"Memangnya kamu ini siapa? Sampai-sampai akan ikut kemanapun aku pergi"
"Sudah ku katakan dalam hatiku, aku menaruh hati."
"Maksudmu?"
"Aku mencintaimu" serunya.
"Tidak! Aku tidak mencintaimu."
"Mulutmu bisa saja berbohong, tapi tidak dengan mata dan hatimu. Aku tahu semuanya tentang kamu. Bahkan siapa Ayahmu!"

Bagaimana mungkin pria itu tahu semuanya tentang ku? Bahkan dia tahu siapa Ayahku. Dan ia menjelaskan semuanya. dan terpaksa aku menceritakan siapa diriku kepadanya, dia hanya berkata.

"siapapun kamu, bagaimanapun keluargamu. Aku tetap mncintaimu tanpa tetapi"
-pria berkumis-

Aku cukup membuka hatiku padanya, entah magnet apa yang membuatku tak lagi merasa dan menganggap semua laki-laki itu sama. Dia berbeda.
Aku pergi menuju alamat Ayah kandungku bersama ia. Sesampai disana, hanya ada Rumah besar yang hanya berpenghuni oleh seorang yang kaya raya. Akhirnya kami pergi ke dalam dan bertemu penjaga rumah itu bahwa kami akan menemui Ayah kandungku. Dan penjaga itu membiarkan kami masuk. Rumah ini sangat megah, megah sekali. Kami berdu duduk di ruang tamu yang sekitar luasnya hampir seperti lobby hotel. Pria berkumis tipis yang baru saja menyatakan perasaanya padaku memutuskan untuk menungguku di luar halaman rumah. Dia meyakiniku dan mempercayakan semua takdir Tuhan yang sudah di tulis dalam hidupku.

Tak lama kemudian, seorang Pria berkepala pelontos menghampiri kami. Apakah dia Ayahku? Setelah kami tanyakan, dia bukan Ayahku. Dia bilang Ayah kandungku meninggal sekitar 3 tahun yang lalu karena Penyakit yang dideritanya. Dia juga berpesan kepada pria pelontos itu bahwa beliau ingin menitip pesan bahwa jika suatu saat ada anak yang mencarinya dengan mengaku sebagai anak dari gadis lugu yang dihamilinya (Ibu ku) itu adalah anaknya.

"Maaf, jika beliau mengingat saya sebagai anaknya. Mengapa ia tak berusaha mencari saya dan Ibu saya selama ini? Bahkan aku baru saja tahu bahwa beliau adalah Ayahku!" Tukasku dengan memotong pembicaraan pria berkepala pelontos itu.
"Saya juga tidak tahu, yang jelas dia pernah menulis catatan di buku ini sebelum Tuhan mengambil nyawanya" pria berkepala pelontos itu memberikan sebuah bloknot jadul yang sederhana kepadaku. Aku langsung menerima bloknot yang berjudul "My Confession" itu.

Saya hanya laki-laki bodoh yang meninggikan egois dan membesarkan nafsu semata tanpa harus tahu resikonya. Saya sangat menyesal jika harus mengingatnya lagi . Saya laki-laki brengsek! yang membuat seorang gadis kehilangan kehidupannya dan juga kesuciannya. Saya begitu bodoh membiarkan iblis merasuki tubuh saya . Saya begitu menyesal dengan sangat! Membuatnya menderita, kehilangan kesucian dan bahkan kehilangan kehormatan sebagai wanita. Tuhan, aku memang pantas untuk di berikan hukuman ini, penyakit mengerikan yang di menghinggap ditubuhku. Aku tak bisa kemana-mana, bahkan kakipun enggan untuk melangkah. Aku ingin meminta maaf padanya, dan juga ingin melihat anakku yang kutinggal sejak lahir. Aku ingin menemuinya Tuhan, aku ingin melihatnya sebelum penyakit ini menggerogoti tubuhku.

Sepenggal kata yang menyayat pada hatiku. Ayah kandungku mengidap penyakit Lupus begitu lamanya.  Penyakit. Lupus  yaitu,penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang membuat bagian dada terasa sakit bahkan susah bernafas. Dan lebih parahnya lagi, penyakit ini menyerang kulit dan bisa menyerang semua bagian organ tubuh sehingga semua organ tubuh sehingga tidak bisa berfungsi dengan seutuhnya.

Kini aku tahu semuanya, kenapa Ayah tidak  pernah mencariku dan membuuat kesalahan besar yang membuatku berada di dunia ini. Buku ini yang menjawab pertanyaanku yang bertahun-tahun yang tak pernah ku temukan.
  Kini, aku hanya bisa melihat wajahnya di foto. Hatiku merasa lega Ketika melihat batu nisannya.

 " apakah beliau pantas ku panggil Ayah?" Ujarku dengan meneteskan air mata.
" tidak ada kata bekas Ayah, Bekas ibu ataupun bekas anak. Dia tetap Ayahmu, dia yang  membuatmu ada disini. Terkadang kita selalu khilaf dalam melakukan suatu hal termasuk untuk melakukan dosa yang besar. Tidak semua laki-laki harus kau benci. Terkadang kita ingin  bebas dengan liar, tapi jangan  pernah lupa bahwa kita adalah manusia" ujar pria berkumis tipis  yang mencintaiku  dengan Tulus, tanpa tetapi. Dia yang bersedia yang  menjadi imamku dan anak-anakku kelak. Karena dia, satu-satuunya pria yang membuat ku berpikir panjang  untuk tidak membenci suatu hal karena keharusan. Dia yang Tuhan  kirim untuk membuka hatiku agar mengerti bagaimana makna  sebuah kata  dengan  panggilan Ayah.  Dia juga pria yang setia  memayungikuu ketika  hujan, gerimis dan badai  sekalipun.
  Dan kini, aku menjadi belajar banyak hal. Dengan bagaimana memilih pria dengan benar untuk  di jadikan Ayah dari anak-anakku  kelak dan menjadi seorang imam untuk dunia dan akhirat. Aku percaya dengan hikmah  di balik peristiwa , karena Allah tidak akan memberikan cobaan yang berat di batas  kemampuan  umatnya. Dan aku  percaya itu.

-ADELLA.F-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Broken Home (Curahan hati Anakmu)

Entah sampai kapan,aku akan bergelayut dalam cerita yang menyedihkan. Sebagai anak, aku hanya bisa mengabdi dan berbakti pada kedua orang tuaku. Aku menyayanginya lebih dari apapun. aku mencintai mereka lebih dari yang mereka tahu! Dan tentunya, aku tak ingin kehilangan mereka.   Aku kehikangan kasih sayang, kehilangan perhatian dan tentunya kehilangan sosok figur ayah yang dari sejak dini beliau meninggalkanku. "PERCERAIAN' satu kata yang enggan sekali untuk aku ceritakan. aku benci dengan kata itu! Kata yang membuatku merasa menderita sebagai anak. Yaa, aku sebagai anak hanya menjadi korban dari pelampiasan pertengkaran hebat yang selalu mereka pertontonkan di depan anak-anaknya. Sebagai anak, aku bisa apa? Melerai? Tapi di ceramahi. Pergi? Tapi tak bisa. Lapor satpol pp?kan gak mungkin.   Hanya pertengkaran demi pertengkaran yang mereka lakukan. Hanya karena hal sepele dan ego yang tinggi untuk saling berargumen membuat pertengkaran itu semakin mengerikan. Aku hanya bi

" Hujan diatas Rindu "

Kepada setiap Hujan yang menjelma sebagai kenangan. Kepada setiap Angin yang menyeruak bagaikan Ingatan. Kepada Tetesan Air yang menguap mengukir nama kita. Dan kepada setiap Nafas yang mengalir menyebut nama dalam Doa.  Untuk kesekian kalinya, aku mengulang kembali tulisan ini yang sempat hilang dalam folder dokumenku. Bahkan ide-ide ku yang lama sempat terhapus dalam imajinasi liar yang mungkin terhempas angin. Dan dengan kesungguhan hati, Tuhan masih mau memberikan Anugerah padaku untuk menulis ulang kembali cerita dan kalimat-kalimat absurd ini. Dengan rasa Rindu, Hati yang gemetar, dan jantung yang berdegup kencang, aku menulis Sajak ini dibawah Hujan dalam rasa kerinduan. Dan ku persembahkan Tulisan ini, kepada kalian yang sedang merindu akan sosoknya yang entah kemana. Meskipun jiwa kalian tetap berada, namun kesunyian masih saja menghantui di setiap harapan dalam senyum saat berpapasan. Sajak pertama, aku tulis saat Langit sudah tak sebiru kemarin, saat Angin ta