Langsung ke konten utama

Postingan

Ku Lihat Hidup dari Luar

  Semua masalah kemanusiaan berasal dari ketidakmampuan manusia untuk duduk sendirian di sebuah ruangan  - Blaise Pascal Pernah suatu waktu, aku merasa dunia selalu menjadikanku pecundang sebagai penghuninya. segala masalah ku lewati dengan penuh air mata juga tamparan keras hidup yang mencekik-ku sewaktu-waktu. Aku pernah merasa menjadi orang yang paling sial di muka bumi, aku pernah merasa menjadi seorang paling berduka di tanah leluhur. Aku pernah merasa menjadi seorang yang bodoh ketika menghadapi cinta. aku merasa dipecundangi dunia dan seisinya!  dan kau tahu? pernyataan itu membuatku semakin menjadi orang yang lemah, dungu, dan tolol karena berpikir bahwa akulah satu-satunya orang yang teraniya karena nasib maupun takdir. Kemudian aku berjalan keluar, meninggalkan kamar yang di penuhi tisu yang berserakan dan setumpuk kekecewaan yang ku lempar pada atap-atap rumah mengerikan. berkali-kali aku berkata "mengapa harus aku? aku dan aku? yang mengalami semua?" pe
Postingan terbaru

Tak Lagi Kau Genggam

Kepada Tuan Masa Lalu, Hari ini aku menulis untukmu. setelah seratus dua puluh empat hari kau tak lagi ku lihat. mereka bertanya kepadaku, kala senja menyapa di ujung barat dan mempertanyakan bagaimana mungkin kau dan aku tak lagi bersama? Aku tersenyum, tertawa pelan bersama angin yang membawaku pergi ke tempat biasa kau dan aku menghabiskan waktu. daun-daun berjatuhan, melepas diri dari rantingnya, sekumpulan awan berpencar, melepaskan diri dari kawanannya, dan begitu juga dengan kau dan aku. yang harus melarikan diri dari ranjau luka yang semakin hari semakin menyakiti.  Kedua tangan ini tak bisa lagi untuk kau genggam, segenap tubuh ini tak bisa lagi untuk kau peluk.  juga semerbak harummu yang tak lagi ku cium lagi dan lagi. Adakah cara lain untuk bisa menghapusmu dari pikiranku? kepalaku sudah penuh oleh riwayat hidupmu yang telah menjajaki bagian dari segala hidupku.  Jujur, aku rindu pada kita.  Kita yang tak pernah bertengkar hebat karena apapun kec

AKU (INGIN) LUPA

A ku lupa caranya menulis membandingkan atara fiksi dan realita yang harus diberi jarak aku lupa caranya melupa, padamu terutama. tapi aku ingin lupa biar ku  mulai berbahagia ketika kau sudah bersamanya tapi aku tidak mungkin lupa kecuali amnesia hingga tiada sudah luka lama Juli, 2k17

Luka Itu Akan Hilang Terseret Waktu.

Sebenarnya aku tidak ingin menulis perihal ini, tapi apa daya, aku muak dengan segala perasaan yang tak bisa ku lampiaskan lewat apapun. Selain menuliskannya disini, entah kau akan sudi membacanya atau tidak. terserah, toh perasaanmu sudah tak lagi sama seperti dulu. Secangkir kopi di meja sudah ku habiskan seperempatnya bersama tumpukan kulit kacang yang menjadi bahan bakar perutku yang belakangan ini jarang diisi dengan karbohidrat. Setelah dua belas hari yang lalu kita berpisah, aku memaksa segala perasaanku untuk tidak memenangi pertarungan bersama logika. Kau tahu? jika kau mengira aku memutuskan segalanya untuk meninggalkan bukan berarti perasaanku sudah hilang atau ada seseorang baru yang datang, tidak sama sekali. Melainkan aku harus belajar bahwa aku harus menyelamatkan diri dari genangan luka akibat masa lalumu yang masih menghantui secara terang-terangan. Aku mengaku kalah, aku mengaku payah dalam mengupayakanmu. Aku mengaku tidak bisa bertahan saat usia hubung

SEPASANG MATAMU

Tik tok tik tok... Tik tok ... Suara perpaduan hujan rintik dan jam dinding berwarna hitam di kamar berkolaborasi menjadi satu suara. Gerimis yang sedari pagi masih tetap bekerja, seolah-olah tak mau berhenti begitu saja. Dingin sudah pasti, tapi rasa itu seakan menghangatkan bahkan hampir membakar. Sepekan ini aku dihujani rindu bertubi-tubi. Bayangannya tak pernah lepas dari segala pemikiranku yang sudah tidak lagi bisa diatur. semua terkombinasi. Agenda yang seharusnya diperuntukkan untuk memuat hal-hal mengenai pekerjaan, kini satu lembar dari sekian ratusan di dalam isinya sudah menjadi alat pelampiasan rindu yang tak sanggup lagi untuk ku bendung dan diutarakan. jika dahulu aku pernah bercerita tentang seorang pria yang dapat membuatku jatuh cinta, kini aku akan menulis hal yang sama. Namun dengan orang yang berbeda. Ya, seseorang itu datang dengan sepasang matanya yang nanar dan tajam. Dia mengalihkan segala duniaku yang dulu selalu tertuju kepada satu orang. Adalah

Tentang : Rindu Di Cuaca Mendung

Aku terdiam mematung tepat dihadapan lukisan yang tergantung cantik berdominasi warna hitam, kuning dan merah dengan sedikit guratan hijau di sisi kanan bawah. Mataku terus mengamati setiap lekukan warna yang berkelok-kelok, berputar-putar, seperti pusara ombak atau hal yang tak bisa ku tebak apa maksudnya. Lukisan ini terlihat nyata dihadapanku sekarang, sebelum aku melihatnya di gambar website saat bersamamu empat bulan yang lalu. "Aku masih bingung deh sama lukisan Affandi ini" seruku perlahan menatapmu. "Kenapa bingung?" "Aku ngga ngerti maksudnya apa"  Kemudian kau hanya membalas ucapanku dengan tersenyum. Sambil menunjuk tulisan yang berada di bawah gambar setelah di zoom.  "Badai pasti berlalu" "Iyaa" "Tapi kenapa gambarnya abstrak gini? Aku gagal paham" kataku.  Lagi-lagi kau terkekeh, seperti mengucilkan betapa bodohnya aku karena tak mengerti maksud lukisan ini. "Sepertinya l

SALAMKU, UNTUK KEKASIHMU YANG BARU

Harapan memang tidak sesuai dengan kenyataan, memang. Aku duduk dengan ribuan bayang yang kerap datang menusuk tajam. Dua bulan telah berlalu, rasanya baru kemarin aku tertawa bersamamu di tempat ini. Tempat dimana pertemuan dan rasa hadir itu terjadi tanpa rencana dan jadwal yang tak ditentukan. Secangkir kopi, rindu yang tak dapat dibungkus, dan luka yang semakin hari semakin menganga. Ah, ini begitu menyakitkan. Rasanya Tuhan tak perlu lagi cemburu melihat kita yang tak seperti dulu. Memeluk rindu dengan temu, mencium kening tanpa ragu lalu aku terbujur kaku. Lima tahun kita menjalani hubungan, hingga pemilihan Gubernur Ibu kota kembali diadakan, tak cukup kuat harap itu menjelma menjadi kenyataan. Perihal hidup dalam satu atap, membangun rumah tangga yang kini sudah menjadi rumah duka. Semacam tak punya selera untuk mencintai siapa-siapa lagi. Setelah kau ciptakan tawaku hingga kini kau yang menjadi penyebab tangisku. Coba saja, alasanmu pergi adalah sesuatu yang dapat