Langsung ke konten utama

Broken Home (Curahan hati Anakmu)


Entah sampai kapan,aku akan bergelayut dalam cerita yang menyedihkan. Sebagai anak, aku hanya bisa mengabdi dan berbakti pada kedua orang tuaku. Aku menyayanginya lebih dari apapun. aku mencintai mereka lebih dari yang mereka tahu! Dan tentunya, aku tak ingin kehilangan mereka.
  Aku kehikangan kasih sayang, kehilangan perhatian dan tentunya kehilangan sosok figur ayah yang dari sejak dini beliau meninggalkanku. "PERCERAIAN' satu kata yang enggan sekali untuk aku ceritakan. aku benci dengan kata itu! Kata yang membuatku merasa menderita sebagai anak. Yaa, aku sebagai anak hanya menjadi korban dari pelampiasan pertengkaran hebat yang selalu mereka pertontonkan di depan anak-anaknya. Sebagai anak, aku bisa apa? Melerai? Tapi di ceramahi. Pergi? Tapi tak bisa. Lapor satpol pp?kan gak mungkin.
  Hanya pertengkaran demi pertengkaran yang mereka lakukan. Hanya karena hal sepele dan ego yang tinggi untuk saling berargumen membuat pertengkaran itu semakin mengerikan. Aku hanya bisa terdiam di sudut kamar, melindungi adik-adikku agar tidak trauma mendengar orang tuanya sendiri sedang berargumen. Aku menangis, terpukul, terlebih adik-adikku yang sangat polos ini terpaksa harus melihat semuanya. Aku takut, peristiwa perceraian itu datang lagi dan adik-adikku merasakan apa yang aku rasakan dulu. Kehilangan ayah dan kehilangan kasih sayangnya sebagai ayah kandung. Padahal,aku baru saja menikmati kasih sayang kedua orangtuaku secara utuh. Namun, waktu berkata lain. Waktu yang membawa mereka kedalam masalah yang tak bisa dihindari. Krisis ekonomi, kesalah pahaman, dan hal sepele lainnya uang membuat topik dan penyebab pertengkaran mereka.
  Haruskah semua ini kuberi nama Keluarga? Keluarga yang jauh dari kata harmonis dan sakinah. Aku ingin seperti keluarga lain yang mempunyai anggota keluarga lengkap dan kandung. Mungkin ini sudah takdirku, berada diantara langit-langit rumah yang isinya sekelompok keluarga yang tak begitu jarang bahagia. Tertawa, aku rindu dengan kata itu. Aku ingin sekali tertawa,bergurau dengan mereka. Namun apa yang aku lihat dan rasakan? Hanya kepedihan, tangisan , pukulan ,dan sifat keras kepala yang sudah permanen dalam diri kedua orang tuaku.

Dear, ibu dan ayah ...
Ini tulisan untuk kalian yang selalu berdebat setiap harinya ...
Kalian tahu? Aku ini anakmu ... Yang sedang haus belaian kasih sayang orang tua
Apa yang sedang kalian perdebatkan?  Uang? Orang ketiga? Atau Kita (anakmu) ...
Sadarkah kalian? Anakmu ini sedang menderita dengan sikap kalian yang begitu arogan.
Kalian, beradu argumen dengan hebat, membuatku semakin membenci keadaan
Kalian tak mengerti kami , anak kalian sendiri ... Yang selalu bersedih dikala menyaksikan peerunjukan mengecewakan itu ...
Anakmu ini hanya butuh kasih sayang dan perhatian saja ...
Tak menuntut apa-apa ... Yang kami butuhkan hanya kebersamaan.
Berhentilah ibu dan ayah
Kalian terlalu dewasa untuk bertingkah seperti anak kecil ...
Lihatlah aku,anakmu ini yang selalu menyayangi kalian lebih dari apapun

   Hanya kata-kata itu yang ingin aku sampaikan pada kalian,wahai ibu dan ayah.
Menjadi anak broken home itu sangat menyakitkan ... Tapi semua itu banyak hikmahnya. Dari Brokenhome aku lebih sabar dan tegar dalam menghadapi cobaan. Menjadi anak brokenhome mengajariku untuk menjadi sosok manusia yang tidak mudah menyerah dalam segala hal dan menjadikanku sebagai anak yang kuat dan mandiri.
   Dengan adanya aku dan keluarga yang seperti ini, dan berhenti menyalahkan Tuhan dengan adanya hidupku yang seperti ini. Karena inilah hidup yang harus aku jalani. Yang Tuhan berikan sebaik mungkin aku menjalaninya. Aku harus kuat! Aku harus bisa menerima keadaan! Aku harus bisa menjadi anak yang di banggakan. Karena tidak semuanya produk brokenhome itu tidak baik. Karena kami hanyalah Korban dari pelampiasan orangtua kami. Dan kami akan menjadi anak yang bisa bermanfaat bagi keluarga dan negara. Jadi, peliharalah kehidupan kalian bagi yang sudah berumah tangga. Berhenti untuk melampiaskan amarah kalian terhadap anak.
Bissmilah.. Semoga kebahagiaan akan datang secepatnya.

Komentar

  1. Hai. Tetap semangat Adela!! Aku terenyuh bacanya hehe.

    BalasHapus
  2. Mirip sama aku tpi kita cuma bisa nerima aja yakaan. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hy kak adella cerita kakak sama seperti ku tp bedanya ortu ku gk bercerai dl sempat bercerai tp gk jadi

      Hapus
  3. Makasih kk tpi di dlam kisah itu bedanya aku hanya anak paling terakhir

    BalasHapus
  4. Yahh kita sebagai seorang anak hanya bisa bersabar menerima kenyataan yg ada

    BalasHapus
  5. Adinda niken saputri18 Oktober 2017 pukul 08.07

    Aku hanya ingin semua kembali walau tidak bisa di dapatkan setidaknya dapat di rasakan tapi aku faham betul semua tak lagi sama~

    BalasHapus
  6. sabar saudari seimanku ({}) aku sedang merasakan apa yg kamu rasakan dulu :') mereka belum cerai tapi udah tidak satu atap :') aku punya adik perempuan masih duduk di kelas 5 sd :') aku bersama ibu dan kaka ku dijakarta sedangkan adik perempuanku bersama ayah nya :') jika saja peristiwa ini tidak terjadi mungkin saya sudah menjadi orang sukses sekarang, tapi tak apa karna uang bukan jaminan kamu bahagia,

    BalasHapus
  7. Kata perceraian dan kata bertengkar ku tak mau mendengar lagi karna itu cukup menyakitkan hatiku

    BalasHapus
  8. Tetapltetaplah dalam sabarmu... Aku juga terjebak di dunia sperti itu " tdak cerai tapi tak seatap" aku bingung.. Karna posisinya aku anak sulung dari 5 bersaudara... Seharusx aku bisa melerai mereka tapi pastivdi ceramahi... Aku takut ...jika nnti adik2q mengalami trauma karna hal sperti itu..

    BalasHapus

  9. Hai kak adella :), aku terhanyut kedalam ceritamu. Aku pernah merasakan itu tapi untungnya tidak sampai berujung perceraian. Melihat orang tua bertengkar itu menyakitkan. Aku tak butuh uang banyak agar bahagia kak, yang aku butuhkan hanya rasa kasih sayang. Tetapi sekarang aku sadar masih banyak orang diluar sana yg setia saling merangkul untuk memberi kekuatan. Semangat untuk kalian semua :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pantaskah Kau Kupanggil Ayah?

      Mempunyai keluarga yang lengkap itu sungguh sangat beruntung. Tapi,tak setiap orang bisa memiliki keberuntungan itu. Seperti aku, hanya bisa meratapi apa arti sebuah keluarga, apa makna dari sebuah kasih sayang dan bagaimana semuanya itu disatukan dengan kebersamaan.   Tepat pada usiaku 4 tahun, keceriaan dan kebahagiaan mulai memudar dan bahkan hilang. Karena kebiasaan buruk Ayahku yang sering berjudi dan meminum-minuman barang haram seperti alkohol, membuat keputusan Ibu semakin bulat untuk "bercerai" dengan Ayah. Kala itu , aku tidak tahu apa-apa tentang semuanya, tentang bagaimana kami harus tinggal beda atap dan tidak bersama lagi. Bahkan sampai bertahun-tahun kami tidak pernah bertemu. Dan sampai akhirnya, Ibu kembali menikah dengan laki-laki lain yang berbeda keyakinan dengan kami. Semula perkawinan ini baik-baik saja, bahkan Ayah tiriku ini sangat memperlakukan ku dengan baik seperti anaknya sendiri. Tapi aku belum bisa memanggilnya "Ayah". Entahlah

" Hujan diatas Rindu "

Kepada setiap Hujan yang menjelma sebagai kenangan. Kepada setiap Angin yang menyeruak bagaikan Ingatan. Kepada Tetesan Air yang menguap mengukir nama kita. Dan kepada setiap Nafas yang mengalir menyebut nama dalam Doa.  Untuk kesekian kalinya, aku mengulang kembali tulisan ini yang sempat hilang dalam folder dokumenku. Bahkan ide-ide ku yang lama sempat terhapus dalam imajinasi liar yang mungkin terhempas angin. Dan dengan kesungguhan hati, Tuhan masih mau memberikan Anugerah padaku untuk menulis ulang kembali cerita dan kalimat-kalimat absurd ini. Dengan rasa Rindu, Hati yang gemetar, dan jantung yang berdegup kencang, aku menulis Sajak ini dibawah Hujan dalam rasa kerinduan. Dan ku persembahkan Tulisan ini, kepada kalian yang sedang merindu akan sosoknya yang entah kemana. Meskipun jiwa kalian tetap berada, namun kesunyian masih saja menghantui di setiap harapan dalam senyum saat berpapasan. Sajak pertama, aku tulis saat Langit sudah tak sebiru kemarin, saat Angin ta